Bagaimana nasib
industri musik dalam 20 tahun, 30 tahun, 50 tahun?
Sebelum saya
menjabarkan opini, Anda harus tahu bahwa saya seorang yang optimistis dan
antusias soal industri musik. Saya satu dari sedikit pelaku musik industri yang
masih meyakini bahwa industri ini tidak sedang sekarat…melainkan tengah bangkit.
Ada banyak (banyak
sekali) orang yang memprediksi kejatuhan penjualan musik dan menganggap album
tak lagi relevan sebagai entitas ekonomi. Saya bukan bagian dari mereka.
Menurut saya, nilai sebuah album—kini dan nanti—tetap didasarkan pada jumlah kerja
keras yang dicurahkan seorang musisi ke karyanya serta nilai finansial yang
mereka (dan label) tentukan bagi musiknya saat dijual ke pasar. Pembajakan,
pembagian file, dan streaming telah menyusutkan jumlah penjualan
album. Setiap musisi mengatasi pukulan tersebut dengan berbeda.
Dalam beberapa tahun
terakhir, Anda mungkin membaca berita soal artis rekaman besar yang memutuskan
membagikan musik dengan gratis, baik untuk promosi atau bonus eksklusif.
Harapan saya untuk masa depan—tidak hanya bagi industri musik, juga bagi semua
anak perempuan—adalah mereka tahu nilai karya mereka dan berani memintanya.
Musik adalah seni, dan
seni itu penting dan jarang ditemukan. Sesuatu yang penting dan jarang tentu
berharga. Barang berharga harus dibayar. Menurut saya musik tak seharusnya
gratis, dan prediksi saya musisi dan label mereka akan suatu hari nanti
menentukan kisaran harga sebuah album. Saya harap mereka tidak merendahkan diri
atau kurang menghargai seni yang telah dihasilkan.
Menancap Langsung ke
Hati
Soal penjualan album,
saya ingin menegaskan bahwa orang masih membeli album, meski kini lebih
sedikit. Mereka hanya membeli album yang menancap langsung ke hati atau membuat
mereka merasa kuat. Atau membuat mereka merasa tak sendiri dalam merasakan
kesendirian. Menghasilkan album dengan penjualan multiplatinum saat ini
lebih sulit ketimbang 20 tahun lalu. Sebagai musisi, hal itu seharusnya menjadi
tantangan dan memotivasi kita.
Akan selalu ada musisi
yang menggebrak pada level emosional dan masuk ke hidup seseorang selamanya.
Dari sudut pandang saya, penggemar memandang musik seperti mereka memandang
hubungan antar-manusia. Beberapa jenis musik hanya untuk bersenang-senang,
seperti hubungan sementara (musik untuk menari di klub dan pesta saat musik itu
tengah kencang diputar di radio. Tak lama kemudian, mereka akan lupa pernah
menari bersama lagu itu.) Beberapa lagu dan album mewakili momen-momen dalam
hidup kita, seperti hubungan yang akan selalu kita kenang tetapi terpaksa
berakhir di masa lalu.
Meski demikian,
beberapa musisi akan dipandang penggemarnya sebagai “cinta sejati.” Kita akan
selalu menyambut setiap album yang mereka rilis sampai mereka pensiun. Kita
akan memainkan musik mereka untuk anak-anak dan cucu kita. Ini adalah impian
setiap musisi dalam berinteraksi dengan penggemarnya. Menurut saya, jenis
hubungan ini masih mungkin terjadi di masa depan, seperti kegilaan ayah saya
terhadap Beach Boys dan ibu saya dengan Carly Simon.
Di masa depan,
membentuk hubungan dengan penggemar akan mensyaratkan elemen kejutan setiap
saat. Bukan “kaget” tapi “terkejut”. Saya percaya pasangan akan tetap saling
cinta selama puluhan tahun jika mereka tetap saling mengejutkan. Jadi mengapa
kisah cinta ini tak dapat terbentuk antara musisi dengan penggemarnya?
Saat ini adalah
generasi YouTube. Ketika pentas setiap malam dalam tur stadion saya tahun lalu,
saya tahu setiap penggemar sudah pernah melihat konser saya di Internet. Saya
membawa puluhan penampil tamu spesial untuk menyanyikan lagu hit mereka
bersama saya, demi menyajikan sesuatu yang baru bagi penggemar. Generasi saya
dibesarkan dalam budaya mengganti saluran TV dengan remote jika bosan.
Jika tidak sabar, kita dapat langsung membaca halaman terakhir sebuah buku.
Kita ingin terkejut, senang, menganga karena takjub. Saya harap musisi generasi
berikutnya akan terus berinovasi untuk mengesankan penontonnya, meski sangat
berat.
Dalam beberapa tahun
terakhir, ada beberapa hal yang telah kadaluwarsa, seperti koleksi tanda
tangan. Saya tak pernah dimintai tanda tangan sejak iPhone muncul dengan kamera
depannya. Kenang-kenangan yang diinginkan “anak zaman sekarang” adalah selfie.
Ini seperti mata uang baru, yang tampaknya sekarang ditentukan oleh jumlah
pengikut di Instagram.
Kekuatan Penggemar
Teman saya, seorang
aktris, pernah bercerita: Saat casting untuk film barunya menyisakan dua
aktris, sutradara casting memilih aktris dengan pengikut Twitter lebih
banyak. Saya melihat ini menjadi tren di industri musik. Bagi saya, ini bermula
pada 2005 saat ketika saya pertama mengikuti rapat label rekaman. Kepada
mereka, saya berkata saya langsung berkomunikasi dengan penggemar saya di situs
baru bernama Myspace. Di masa depan, musisi akan mendapat kontrak rekaman
karena mereka punya penggemar—bukan sebaliknya.
Taylor Swift di Los
Angeles, 1 Desember 2012.
Pola lainnya yang
memudar adalah perbedaan genre. Belakangan ini, lagu yang populer di radio tak
hanya dipengaruhi oleh satu genre tertentu. Salah satu faktor yang tak dapat
diprediksi—namun menyenangkan—dalam pembuatan musik saat ini adalah musisi
dapat memilih genre apa saja. Pop terdengar seperti hip hop, country
seperti rock, rock seperti soul, dan folk seperti country—dan
menurut saya, itu adalah kemajuan yang mengesankan. Saya ingin membuat musik
yang merefleksikan semua yang mempengaruhi saya. Di masa depan, genre bukanlah
sesuatu yang menentukan karier dan lebih berfungsi sebagai alat organisasional.
Momen seperti ini dalam
musik sangat menyenangkan karena ruang kreasi bagi musisi tidak terbatas.
Sekarang, Anda akan mendapat imbalan jika keluar dari zona nyaman. Evolusi
pesat tidak hanya diterima…tetapi disambut baik. Risiko satu-satunya adalah
terlalu takut untuk ambil risiko.
Lampu Sorot Selebriti
Saya memprediksi
beberapa hal tak akan berubah. Obsesi atas kehidupan pribadi musisi, terutama
musisi muda, akan tetap ada, bahkan meningkat. Musisi yang puncak kejayaannya
pada ’70-an, ’80-an, dan ’90-an berkata pada saya, ”Bagi saya dulu obsesinya
tak pernah segila ini!” Saya menduga saya akan mengatakan hal yang sama bagi
musisi yang lebih muda suatu saat nanti. Akan selalu ada debat anak badung vs
anak baik-baik, sopan vs seksi. Selama label semacam itu masih ada, saya
berharap akan ada kompetitor pada kedua sisi. Setiap orang butuh seseorang yang
bisa dijadikan panutan.
Kalau saya sendiri?
Saya akan duduk santai dan bertambah tua, menyaksikan semua ini terjadi (atau
tidak), seraya mempertahankan hidup dengan optimisme yang sama.
Dan saya juga ingin
memiliki kebun yang cantik.
Taylor Swift adalah
penyanyi, penulis lagu, dan peraih tujuh penghargaan Grammy.
0 comments:
Post a Comment